Film adaptasi Indonesia dari drama Korea populer “A Business Proposal” menghadapi tantangan besar sejak penayangannya pada 6 Februari 2025. Film ini diboikot oleh para penggemar drama Korea (K-Drama), yang berdampak signifikan pada penurunan jumlah penonton dan penarikan film dari bioskop hanya dalam waktu tujuh hari.
Kontroversi bermula dari pernyataan pemeran utama, Abidzar Al Ghifari, yang mengaku hanya menonton satu episode dari versi asli drama tersebut. Ia menyatakan ingin mengembangkan karakternya sendiri tanpa terlalu terpengaruh oleh versi Korea. Pernyataan ini memicu kekecewaan di kalangan penggemar K-Drama, yang menganggap sikap tersebut kurang menghargai karya asli.
Selain itu, Abidzar juga memberikan tanggapan yang dianggap arogan terhadap kritik yang diterimanya, dengan menyebut penggemar K-Drama sebagai fanatik dan rasis. Hal ini semakin memperburuk situasi dan memicu seruan boikot terhadap film tersebut.
Dampak untuk Film A Business Proposal Versi Indonesia
Dampak dari boikot ini sangat terasa. Jumlah penonton film “A Business Proposal” versi Indonesia menurun drastis, dengan hanya 26.065 penonton dalam lima hari pertama penayangannya. Akibatnya, film ini ditarik dari peredaran bioskop setelah hanya tujuh hari tayang.
Sementara itu, versi asli drama Korea “A Business Proposal” justru mengalami peningkatan popularitas di platform streaming seperti Netflix. Hal ini menunjukkan bahwa kontroversi seputar adaptasi Indonesia malah mendorong penonton untuk kembali menikmati versi aslinya.
Tetap Semangat untuk Tim Creative Film Ini
Kontroversi ini menjadi pelajaran penting bagi industri film Indonesia dalam mengadaptasi karya asing. Pentingnya menghormati karya asli dan memahami ekspektasi penggemar menjadi kunci keberhasilan sebuah adaptasi. Selain itu, sikap dan pernyataan para aktor juga memainkan peran krusial dalam membentuk persepsi publik terhadap sebuah film.
Dalam hal ini, 100 orang tim yang terlibat dalam produksi film harus tetap semangat meski terkena dampak negatif dari boikot ini. Kerja keras mereka yang melibatkan banyak usaha dan dedikasi tetap berharga.
Meskipun demikian, adaptasi lintas budaya tetap memiliki potensi besar jika dilakukan dengan pendekatan yang tepat dan sensitif terhadap sumber material serta penggemarnya. Sebuah adaptasi yang baik tidak hanya menawarkan kesetiaan terhadap karya asli, tetapi juga memperhatikan konteks budaya yang berbeda dengan penuh kehati-hatian dan pengertian.